Hukum Murajaah Al-Qur’an bagi Wanita Haidh

Hukum murajaah Al-Qur’an adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di dalam agama Islam. Murajaah Al-Qur’an dilakukan dengan membaca dan mengulang-ulang ayat-ayat Al-Qur’an dengan tujuan untuk memperbaiki bacaan dan pengucapan serta memperdalam pemahaman terhadap isi Al-Qur’an.

Bagi wanita yang sedang dalam masa haidh, apakah boleh melakukan murajaah Al-Qur’an? Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat bahwa wanita yang sedang dalam masa haidh dilarang untuk membaca Al-Qur’an. Ada juga yang berpendapat bahwa wanita yang sedang dalam masa haidh diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an, namun tidak boleh menyentuh mushaf (Al-Qur’an yang ditulis dalam bentuk buku).

Hukum Murajaah Al-Qur’an bagi Wanita Haidh Menurut Ulama

Menurut Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Imam Malik, wanita yang sedang dalam masa haidh dilarang untuk membaca Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah ra. yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada Aisyah, “Keluarlah dari mushaf-mushaf (Al-Qur’an) ketika kamu sedang dalam masa haidh”.

Namun, menurut Imam Abu Hanifah, wanita yang sedang dalam masa haidh diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an, namun tidak boleh menyentuh mushaf. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah ra. yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah memerintahkan para wanita yang sedang dalam masa haidh untuk membaca Al-Qur’an dan tidak menyentuh mushaf.

Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali, wanita yang sedang dalam masa haidh diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an dan menyentuh mushaf, asalkan tidak ada niat untuk membersihkan mushaf dari hadas (najis).

Penjelasan tentang Hukum Murajaah Al-Qur’an bagi Wanita Haidh

Setelah mengetahui perbedaan pendapat di kalangan ulama, maka sebaiknya kita memahami alasan mengapa wanita yang sedang dalam masa haidh dilarang atau diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an.

Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Imam Malik berpendapat bahwa wanita yang sedang dalam masa haidh dilarang untuk membaca Al-Qur’an karena adanya hadas. Hadas adalah keadaan najis yang harus dibersihkan dengan cara mandi atau tayammum sebelum melakukan ibadah. Oleh karena itu, jika wanita yang sedang dalam masa haidh membaca Al-Qur’an, maka dianggap tidak memenuhi syarat untuk melakukan ibadah tersebut.

Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita yang sedang dalam masa haidh diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an, namun tidak boleh menyentuh mushaf karena mushaf merupakan bentuk fisik dari Al-Qur’an yang harus dijaga kebersihannya. Oleh karena itu, jika wanita yang sedang dalam masa haidh menyentuh mushaf, maka dianggap dapat merusak kebersihan mushaf.

Sedangkan Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa wanita yang sedang dalam masa haidh diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an dan menyentuh mushaf, asalkan tidak ada niat untuk membersihkan mushaf dari hadas (najis). Hal ini karena hadas yang terdapat pada wanita yang sedang dalam masa haidh bukanlah hadas yang berasal dari kotoran, melainkan hadas yang berasal dari proses fisiologis dalam tubuh.

Kesimpulan

Berdasarkan perbedaan pendapat di kalangan ulama, maka wanita yang sedang dalam masa haidh boleh atau tidak boleh melakukan murajaah Al-Qur’an tergantung pada masing-masing pendapat ulama. Namun, sebagai umat Islam yang menghargai perbedaan pendapat, kita sebaiknya menghormati pendapat ulama yang kita ikuti dan tidak menyalahkan pendapat ulama lainnya.

Kita juga sebaiknya memahami alasan mengapa wanita yang sedang dalam masa haidh dilarang atau diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an, sehingga kita bisa memahami betapa mulianya Al-Qur’an dan menjaga kebersihan dan kehormatan Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.